Senin, 05 Desember 2011

kebudayaan temanggung


PEMBUKAAN
Kata Pengantar
      Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat serta hidayahNya sehingga saya bias menyelesaikan makalah “KEBUDAYAAN DI TEMANGGUNG” dengan sukses.
            Hasil dari pendidikan yang bermutu adalah siswa sehat, mandiri, berakhlak mulia, beretos kerja, dan berpengetahuan. Hakikat pembelajaran adalah aktivitas perubahan tingkh laku pembelajar(behavioural change). Perubahan tingkah laku ini akan tercapai melalui kerja keras dan usaha cerdas dari siapapun mereka yang terlibat dalam proses belajar itu sendiri. Adalah penting bagi setiap siswa mampu menemukan paling tidak satu wilayah kemampuan dari berbagai jenis kecerdasan yang ada. Usaha ini akan menumbuhkan semangat siswa dalam mengungkap bakat dan meningkatkan daya cipta.
            Dengan pembelajaran seni terhadap dunia pendidikan, seluas mungkin kesempatan tergalinya bakat-bakat alam bisa dicapai. Seni adalah sesuatu yang bersifat universal di belahan dunia ini, entah di negara manapun selalu memiliki ciri khas tersendiri apabila ditinjau dari segi budaya. Sedangkan dari segi arkeologis terdapat data etnografi berupa kesenian di sebuah kalangan masyarakat tertentu, yang dijadikan sebagai salah satu bahan analogi dalam usaha merekonstruksi kebudayaan seni masyarakat tersebut pada masa lampau berkaitan dengan konsep kesenian. Tak terkecuali di Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah, ternyata juga menyimpan pesona tersendiri. Begitu kayanya Temanggung akan Kebudayaan Indonesia yang bisa menumbuhkan bakat-bakat alam yang terpendam, kemampuan berpikir logis, kecerdasan, akhlak mulia, berpengetahuan budaya tinggi, dan rasa cinta tanah air dapat digali dalam pengenalan dan pembelajaran Kebudayaan.
            Besar harapan saya sebagai penyusun agar makalan yang telah saya susun ini dapat bermanfaat. Kritik dan saran untuk menunjang kemajuan makalah ini sangat saya harapakan. Terima kasih

Ini bisa dipahami dimana kita lihat sebagai upaya untuk mengembangkan kreativitas, meningkatkan produksi daerah, dan juga dalam rangka mengharumkan nama daerah. Dan sebaliknya harus diperhatikan agar tidak saling melemahkan dan mematikan, sehingga tidak menimbulkan kontra produktif bagi budaya dan bagi persatuan-kesatuan bangsa. 

ISI
RAKAI PIKATAN
SEJARAH TEMANGGUNG

Sejarah Temanggung selalu dikaitkan dengan raja Mataram Kuno yang bernama Rakai Pikatan. Nama Pikatan sendiri dipakai untuk menyebutkan suatu wilayah yang berada pada sumber mata air di desa Mudal Kecamatan Temanggung. Disini terdapat peninggalan berupa reruntuhan batu-bebatuan kuno yang diyakini petilasan raja Rakai Pikatan.
Sejarah Temanggung mulai tercatat pada Prasasti Wanua Tengah III Tahun 908 Masehi yang ditemukan penduduk dusun Dunglo Desa Gandulan Kecamatan Kaloran Temanggung pada bulan November 1983. Prasasti itu menggambarkan bahwa Temanggung semula berupa wilayah kademangan yang gemah ripah loh jinawi dimana salah satu wilayahnya yaitu Pikatan. Disini didirikan Bihara agama Hindu oleh adik raja Mataram Kuno Rahyangta I Hara, sedang rajanya adalah Rahyangta Rimdang (Raja Sanjaya) yang naik tahta pada tahun 717 M (Prasasti Mantyasih). Oleh pewaris tahta yaitu Rake Panangkaran yang naik tahta pada tanggal 27 November 746 M, Bihara Pikatan memperoleh bengkok di Sawah Sima. Jika dikaitkan dengan prasasti Gondosuli ada gambaran jelas bahwa dari Kecamatan Temanggung memanjang ke barat sampai kecamatan Bulu dan seterusnya adalah wilayah yang subur dan tenteram (ditandai tempat Bihara Pikatan).
Pengganti raja Sanjaya adalah Rakai Panangkaran yang naik tahta pada tanggal 27 November 746 M dan bertahta selama kurang lebih 38 tahun. Dalam legenda Angling Dharma, keratin diperkirakan berada di daerah Kedu (Desa Bojonegoro). Di desa ini ditemukan peninggalan berupa reruntuhan. Di wilayah Kedu juga ditemukan desa Kademangan. Pengganti Rakai Panangkaran adalah Rakai Panunggalan yang naik tahta pada tanggal 1 april 784 dan berakhir pada tanggal 28 Maret 803.
 Rakai Panunggalan bertahta di Panaraban yang sekarang merupakan wilayah Pa akan. Disini ditemukan juga kademangan dan abu jenasah di Pakurejo daerah Bulu. Selanjutnya Rakai Panunggalan digantikan oleh Rakai Warak yang diperkirakan tinggal di Tembarak. Disini ditemukan reruntuhan di sekitar Masjid Menggoro dan reruntuhan Candi dan juga terdapat Desa Kademangan. Pengganti Rakai warak adalah Rakai Garung yang bertahta pada tanggal 24 januari 828 sampai dengan 22 Pebruari 847. Raja ini ahli dalam bangunan candid an ilmu falak (perbintangan). Dia membuat pranata mangsa yang sampai sekarang masih digunakan. Karena kepandaiannya sehingga Raja Sriwijaya ingin menggunakannya untuk membuat candi. Namun Rakai Garung tidak mau walau diancam. Kemudian Rakai Garung diganti Rakai Pikatan yang bermukim di Temanggung. Disini ditemukan Prasasti Tlasri dan Wanua Tengah III. Disamping itu banyak reruntuhan benda kuno seperti Lumpang Joni dan arca-arca yang tersebar di daerah Temanggung. Disini pun terdapat desa Demangan.
Dari buku sejarah karangan I Wayan badrika disebutkan bahwa Rakai Pikatan selaku raja Mataram Kuno berkeinginan menguasai wilayah Jawa Tengah. Namun untuk merebut kekuasaan dari raja Bala Putra Dewa selaku penguasa kerajaan Syailendra tidak berani. Maka untuk mencapai maksud tersebut Rakai Pikatan membuat strategi dengan mengawini Dyah Pramudha Wardani kakak raja Bala Putra Dewa dengan tujuan untuk memiliki pengaruh kuat di kerajaan Syailendra. Selain itu Rakai Pikatan juga menghimpun kekuatan yang ada di wilayahnya baik para prajurit dan senapati serta menghimpun biaya yang berasal dari upeti para demang. Pada saat itu yang diberi kepercayaan untuk mengumpulkan upeti adalah Demang Gong yang paling luas wilayahnya. Rakai Pikatan menghimpun bala tentara dan berangkat ke kerajaan syailendra pada tanggal 27 Mei 855 Masehi untuk melakukan penyerangan. Dalam penyerangan ini Rakai Pikatan dibantu Kayu Wangi dan menyerahkan wilayah kerajaan kepada orang kepercayaan yang berpangkat demang. Dari nama demang dan wilayah kademangan kemudian muncul nama Ndemanggung yang akhirnya berubah menjadi nama Temanggung.
Catatan sejarah Temanggung berasal dari :
Ø  Prasasti Wanua Tengah III, Berkala arkeologi tahun 1994 halaman 87 bahwa Rakai Pikatan dinyatakan meninggal dunia pada tanggal 27 Mei 855 M.
Ø  Prasasti Siwagrha terjemahan Casparis (1956 - 288), pada tahun 856 M Rakai Pikatan mengundurkan diri.
Ø  Prasasti Nalanda tahun 860 (Casparis 1956, 289 - 294), Balaputra dewa dikalahkan perang oleh Rakai Pikatan dan Kayu Wangi.
Ø  Prasasti Wanua Tengah III, Berkala Aekeologi Tahun 1994 halaman 89, Rakai Kayu Wangi naik tahta tanggal 27 Mei 855 M.
Ø  Dalam buku karangan I Wayan Badrika halaman 154, Pramudya Wardani kawin dengan Rakai Pikatan dan naik tahta tahun 856 M. Balaputra Dewa dikalahkan oleh Pramudha wardani dibantu Rakai Pikatan (Prasasti Ratu Boko) tahun 856 M.
Catatan diatas dapat disimpulkan bahwa Rakai Pikatan mengangkat putranya Kayu Wangi. Selanjutnya mengundurkan diri dan meninggalkan Mataram untuk kawin dengan Pramudha Wardani. Dalam peperangan melawan Balaputra Dewa, Rakai Pikatan dibantu putranya Kayu Wangi.


Riwayat Singkat Hari Jadi Kabupaten Temanggung
Berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda, Nomor 11 Tanggal 7 April 1826, Raden Ngabehi Djojonegoro ditetapkan sebagai Bupati Menoreh yang berkedudukan di Parakan, dengan gelar Raden Tumenggung Aria Djojonegoro. Setelah perang Diponegoro berakhir, beliau kemudian memindahkan Ibu Kota ke Kabupaten Temanggung. Kebijaksanaan pemindahan ini didasarkan pada beberapa hal; Pertama, adanya pandangan masyarakat Jawa kebanyakan pada sat itu, bahwa Ibu Kota yang pernah diserang dan diduduki musuh dianggap telah ternoda dan perlu ditinggalkan. Kedua, Distrik Menoreh sebuah daerah sebagai asal nama Kabupaten Menoreh, sudah sejak lama digabung dengan Kabupaten Magelang, sehingga nama Kabupaten Menoreh sudah tidak tepat lagi. Mengingat hal tersebut, atas dasar usulan Raden Tumenggung Aria Djojonegoro, lewat esiden Kedu kepada Pemerintah Hindia Belanda di Batavia, maka disetujui dan ditetapkan bahwa nama Kabupaten Menoreh berubah menjadi Kabupaten Temanggung. Persetujuan ini berbentuk Resolusi Pemerintah Hindia Belanda Nomor 4 Tanggal 10 Nopember 1834.

KEBUDAYAAN DI TEMANGGUNG
Seni adalah sesuatu yang bersifat universal di belahan dunia ini, entah di negara manapun selalu memiliki ciri khas tersendiri apabila ditinjau dari segi budaya. Sedangkan dari segi arkeologis terdapat data etnografi berupa kesenian di sebuah kalangan masyarakat tertentu, yang dijadikan sebagai salah satu bahan analogi dalam usaha merekonstruksi kebudayaan seni masyarakat tersebut pada masa lampau berkaitan dengan konsep kesenian. Tak terkecuali di Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah, ternyata juga menyimpan pesona tersendiri dengan adanya seni cengklungan yang konon adalah budaya asli Temanggung
Cengklungan Seni Khas Temanggungan
Di tengah hiruk pikuknya ekspansi modernisasi, kesenian tradisional itu masih mampu bertahan hidup meski dengan segala keterbatasan. Adalah semangat para senimannya untuk tetap berjuang melestarikan budaya warisan leluhur ini. Generasi kini tak banyak tahu apakah cengklungan itu. Ini dibuktikan dengan hanya beberapa orang dari generasi muda Temanggung yang tahu tentang kesenian tradisional ini.
Seperti dalam Festival Budaya Temanggung yang digelar dalam rangka memeriahkan hari jadi ke-175 Kabupaten Temanggung beberapa waktu lalu, kesenian cengklungan turut serta memeriahkannya. Selain itu grup-grup kesenian lain yang berasal dari berbagai wilayah di Kabupaten Temanggung tak ketinggalan ikut berpartisipasi. Kesenian tradisional tersebut antara lain: warokan, kuda lumping, sorengan, ndayakan, kubro, siteran, petilan wayang, bangilun, prajuritan, tayub, srandul, wulangsunu, cokekan, barsomah dan lain-lain.
Dari sekian banyak kesenian tradisional yang ditampilkan, cengklungan ternyata mampu menyita perhatian para penonton. Kebanyakan dari para penonton cukup antusias menikmati penampilan para seniman cengklungan yang memang sudah amat jarang ditemukan keberadaannya. Tak heran jika para penonton langsung bergerak maju ingin menyaksikan kesenian ini dari dekat begitu nama cengklungan disebut oleh panitia.
Dalimin WS, sesepuh sekaligus pelatih seni cengklungan dari Desa Geblok Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, bersama rekan-rekannya dengan gigih dia mencoba mengenalkan kembali tradisi yang hampir punah ini. Menurut pria berusia 60 tahun itu asal mula cengklungan memang masih tanda tanya. Dia mengatakan jika kesenian yang satu ini boleh dikata masih kabur sehingga hingga kini tidak diketahui secara pasti siapa yang mula-mula memperkenalkan. Namun menurutnya, pada jaman penjajahan Belanda kesenian itu sudah ada. Bahkan hampir di seluruh pelosok desa di Temanggung kala itu kesenian cengklungan lazim dimainkan bila sedang ada acara-acara tertentu seperti perkawinan atau khitanan.
Pak Dalimin memang sudah menjadi legenda di dalam kesenian Cengklungan ini. Pertama kali belajar cengklungan pada saat masih berusia 10 tahun dengan dilatih oleh ayah dan kakeknya, dia menjadikan cengklungan salah satu kesenian yang diperhitungkan di Temanggung. Semenjak terjun di dunia ini pula beliau tidak pernah letih mengajarkan cengklungan kepada masyarakat dan warga sekitar tempat tinggalnya.
Sudah sekitar 10 tahun ini dia mendirikan Paguyuban Seni Cengklungan di tempat tinggalnya di desa Geblok, Kaloran, Temanggung. Meskipun jumlah peminatnya masih sedikit, pria berkacamata ini tetap yakin bila perkembangan cengklungan akan dapat lebih dikenal oleh masyarakat luas.
Tiap hari senin dan rabu malam, suara khas cengklungan berkumandang di depan balai desa Geblog. Para Seniman dari Paguyuban Seni Cengklungan ternyata sedang melakukan latihan. Mereka memainkan lagu-lagu langgam jawa dan lagu-lagu jaman sekarang. Tak jarang warga sekitar yang sedang menontonpun ikut bernyanyi dan larut dalam suasana malam. Latihan seperti ini memang rutin digelar dua kali tiap minggu. Dengan anggota sekitar 25 orang, paguyuban ini siap tampil bila ditanggap oleh pihak-pihak yang sedang punya hajat. Contohnya mereka pernah tampil di acara-acara pengajian, pernikahan, khitanan, dan lain-lain. Bahkan bapak Bupati Temanggung pun sering mengundang mereka pada saat acara-acara khusus di Pendopo Kabupaten.
Selanjutnya masih menurut Pak Min, begitu dia dipanggil, cengklungan sebenarnya bercerita tentang kehidupan petani. Setiap gerakannya menggambarkan tarian petani dalam mengolah tanah pertaniannya. Ada gerakan mencangkul, menanam padi, menyiangi padi, menghalau burung, menuai sampai menumbuk padi.
Sebenarnya dulu kesenian ini diciptakan dengan tidak sengaja. Yaitu berawal dari spontanitas para penggembala yang sedang menunggu ternaknya, mereka berkreasi memodifikasi payung kruduk dengan suket grinting dan bambu, ternyata tingkah polah mereka mampu mengeluarkan bunyi-bunyi yang harmonis ditambah nyanyian rakyat.
Uniknya alat musik pengiring yang bernama cengklung tersebut, berasal dari payung kruduk (sejenis payung/mantol) yang dulu sering digunakan para penggembala ternak ketika musim hujan. Payung kruduk yang kini jarang kita temui, ternyata tersimpan di sebuah museum di Den Haag Belanda. Benda ini terbuat dari bambu, clumpring, ijuk dengan dawai dari suket (rumput) grinting. Keseluruhan alat musik pengiring terdiri dari empat payung kruduk dan satu buah seruling bambu. Cengklung itu sendiri dibagi menjadi beberapa fungsi yakni bass, kendang ketuk, kenong dan melodi/siter.
Kini para seniman cengklung itu berupaya untuk lebih memasyarakatkan seni tersebut baik di Temanggung maupun di luar kota. Tahap regenerasi pada kaum muda pun terus diupayakan demi kelangsungan hidup kesenian khas Temanggung ini. Namun demikian mereka kini dengan semangat dan tetap berharap mendapat dukungan dari Pemkab Temanggung serta masyarakat luas. Mereka juga berkeinginan untuk memiliki kostum tersendiri khas Cengklungan.
Salah satu upaya agar kesenian cengklungan ini lebih memasyarakat, Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung mewajibkan di setiap kegiatan di daerah-daerahnya, menampilkan atraksi kesenian ini. Kegiatan ini membutuhkan partisipasi masyarakat pada umumnya dan instansi terkait pada khususnya.
Tujuannya adalah untuk melestarikan kebudayaan asli Indonesia dan hal yang paling penting dari itu semua adalah agar kebudayaan asli Nusantara tercinta ini tidak hilang karena diklaim oleh negara lain. Tentunya sedih hati ini bila hal tersebut sampai terjadi.Kelak kesenian cengklungan ini dapat bersaing dengan kesenian tradisional lain di Indonesia. Bukan tidak mungkin cengklungan dapat sejajar dengan angklung dari Jawa Barat atau Sasando Rote dari Nusa Tenggara Timur yang lebih dikenal orang bila pemerintah dan pihak-pihak terkait serius untuk mengembangkan kesenian ini. Bahkan dipilih untuk mewakili Indonesia di festival-festival musik tradisional di luar negeri, siapa yang tahu.
Kuda lumping / Jaran kepang

Kuda Lumping menjadi satu budaya yang banyak diminati masyarakat Temanggung. Terbukti dengan adanya kelompok kesenian Kuda Lumping yang berjumlah sekitar 500 kelompok yang tersebar di seluruh wilayah Temanggung. Seni kuda lumping sendiri pada saat ini sudah mulai muncul kembali di dunia pentas hiburan rakyat, yang selama ini tertutup oleh ekspansi budaya elektronika yang gencar dipublikasikan di media elektronik.
Pada tahun 2009 lalu mulai lagi bermunculan group-group baru kuda lumping dipelbagai kecamatan di Temanggung. yang mulai mengkombinasikan dari kesenian asli dengan kesenian modern.Kebudayaan yang satu ini memang sering dikaitkan dengan unsur "Klenik" atau magis, namun sebagai Pemuda hendaknya kita mengambil sikap yang positif dimana masih ada orang-orang yang mampu bertahan untuk melestarikan budaya asli daerah mereka di antara himpitan ekonomi, politik maupun budaya yang semakin menyingkirkan kesenian ini.

Sejarah

Konon, tari kuda lumping merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. Versi lain menyebutkan bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda.
Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan.
Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain. Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.
Variasi Lokal
Di Jawa Timur, seni ini akrab dengan masyarakat di beberapa daerah, seperti Malang, Nganjuk, Tulungagung, dan daerah-daerah lainnya. Tari ini biasanya ditampilkan pada event-event tertentu, seperti menyambut tamu kehormatan, dan sebagai ucapan syukur, atas hajat yang dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa.
Dalam pementasanya, tidak diperlukan suatu koreografi khusus, serta perlengkapan peralatan gamelan seperti halnya Karawitan. Gamelan untuk mengiringi tari kuda lumping cukup sederhana, hanya terdiri dari Kendang, Kenong, Gong, dan Slompret, yaitu seruling dengan bunyi melengking. Sajak-sajak yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta.
Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional kuda lumping ini seringkali juga mengandung unsur ritual. Karena sebelum pagelaran dimulai, biasanya seorang pawang hujan akan melakukan ritual, untuk mempertahankan cuaca agar tetap cerah mengingat pertunjukan biasanya dilakukan di lapangan terbuka.

Pagelaran Tari Kuda Lumping


4 fragmen tarian kuda lumping, yaitu :
*      2 kali tari Buto Lawas;
 Pada fragmen Buto Lawas, biasanya ditarikan oleh para pria saja dan terdiri dari 4 sampai 6 orang penari. Beberapa penari muda menunggangi kuda anyaman bambu dan menari mengikuti alunan musik. Pada bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat mengalami kesurupan atau kerasukan roh halus. Para penonton pun tidak luput dari fenomena kerasukan ini. Banyak warga sekitar yang menyaksikan pagelaran menjadi kesurupan dan ikut menari bersama para penari. Dalam keadaan tidak sadar, mereka terus menari dengan gerakan enerjik dan terlihat kompak dengan para penari lainnya. Untuk memulihkan kesadaran para penari dan penonton yang kerasukan, dalam setiap pagelaran selalu hadir para datuk, yaitu orang yang memiliki kemampuan supranatural yang kehadirannya dapat dikenali melalui baju serba hitam yang dikenakannya. Para datuk ini akan memberikan penawar hingga kesadaran para penari maupun penonton kembali pulih.
*      tari Senterewe;
Pada fragmen selanjutnya, penari pria dan wanita bergabung membawakan tari senterewe.
*      tari Begon Putri;
Pada fragmen terakhir, dengan gerakan-gerakan yang lebih santai, enam orang wanita membawakan tari Begon Putri, yang merupakan tarian penutup dari seluruh rangkaian atraksi tari kuda lumping.
Kuda lumping juga disebut jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Jaran Kepang merupakan bagian dari pagelaran tari reog. Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Sumatera Utara dan di beberapa daerah di luar Indonesia seperti di Malaysia.
Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau kepang. Tidak satupun catatan sejarah mampu menjelaskan asal mula tarian ini, hanya riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya
Warokan.

Warokan juga salah satu perserta festival seni yang diadakan hampir setiap tahunnya. Warokan tidak hanya dilakukan oleh laki-laki dewasa, tapi juga anak-anak. Kostum yang digunakan adalah kain batik atau biasa disebut Jarit dan dan membawa peralatan menari seperti cemeti. Pemain Warok dirias sedemikian rupa sehingga mencerminkan kegarangan sebagai prajurit garis depan.Tariannya juga menggambarkan seorang yang gagah perkasa, berwatak pantang menyerah.
Lokasi:
Jragan Dukuh Kecamatan Tembarak dan Banaran Kecamatan Tlilir , Kabupaten Temanggung
Kobra Siswo

Kesenian yang satu ini,konon merupakan representasi dari oleh raga. Kesenian ini berarti mengajak masyarakat untuk gemar berolah raga, menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat dan bugar. Cukup masuk akal memang, karena kesenian ini berbeda dari yang lainnya. Gerakannya cepat dan energik. Namun, meskipun demikian tetap ada tatanan tarian yang harus diikuti dan harus seragam antara pemain satu dengan pemain yang lainnya.
Lokasi:
Banaran Kecamatan Tlilir, Nglamuk Kecamatan Tlilir, Kaloran Kecamatan Kaloran , Kandangan dan beberapa kecamatan lain di Kabupaten Temanggun
Dayakan

Dayakan merupakan pengembangan dari tarian Kubro Siswo. Perbedaannya adalah pada kostum. Kubro Siswo hanya menggunakan celana kolor dan rompi saja, sedangkan dayakan menggunakan kostum berupa pakaian setengah Dayak dan setengah Indian, yaitu terdapat bulu-bulu di bagian topi. Menggunakan kaos ketat dan dilengkapi dengan Rencong. Gerakannya tidak kalah energik dengan Kubro Siswo.
Lokasi:
Kandangan Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung.

Pengantin Khas Temanggung

Busana khas Temanggung digali, diciptakan dan dikembangkan agar nantinya menjadi busana yang dimiliki dan dipakai oleh masyarakat Temanggung sendiri dengan rasa bangga pada setiap saat yang tepat sesuai dengan norma dan kententuan yang ada, sehingga jika daerah lain melihat akan menilai bahwa busana yang dipakai orang Temanggung menunjukan identitas bahwa orang tersebut adalah orang Temanggung karena busana khasnya.
merupakan tujuan wisatawan baik domestik maupun mancanegara.Acara diawali dengan ‘Musik Cenglungan” dari Desa Geblok Kaloran, yang langsung menyita perhatian wisatawan benar-benar mampu menyajikan seni tradisional yang atraktif dan menarik. Pengunjung benar-benar dibuat terpesona dengan Musik yang berasal dari kruduk (alat teduh pengembala bebek).
”Dalam sela acara juga ditampilkan Kuda Lumping bikin kangen Temanggung, membuat sajian ini lebih menarik dan sangat mengagumkan, rasanya ingin menyaksikan lebih lama lagi” Ujar Wahyudi warga asli Wonoboyo yang kini menjadi pengusaha las di Jakarta. Juga di gelar pameran produk industri kecil berupa tas mendong, stik dan criping talas, pisang aroma, karak/lenteng, batik Temanggung dan kerajinan kuda lumping.
 
Tradisi Sadranan

Sadranan di desa jetis Kecamatan Selopampang Kabupaten Temanggung  yang dilaksanakan Jumat (7/8) berlangsung meriah, diikuti ratusan warga. Upacara ritual sadranan yang rutin diselenggarakan setahun sekali  pada setiap hari Jum’at  Pahing bulan Ruwah itu, ditandai dengan pesta nasi tenong dan ingkung ayam yang jumlahnya mencapai 500 buah. Sesepuh Desa Jetis Mukidi yang juga menjabat Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat (Kaur Kesra)  menjelaskan, tradisi sadranan  sudah  berlangsung turun temurun  sejak dulu kala. Sadranan diselenggarakan  sebagai ungkapan rasya syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa  atas  berkah, rejeki dan keselamatan yang telah diberikan selama ini, sehingga warga desa bisa hidup  tentram dan sejahtera. Selain itu  juga dimaksudkan untuk mengenang arwah para leluhur  desa  yang semasa hidupnya telah berjasa merintis  keberadaan desa.
 “Tradisi sadranan ini dimaksudkan sebagai ungkapan syukur atas limpahan  rejeki dari Tuhan Yang Maha Esa, sekligus untuk mengenang Nyi Nondo yang diyakini sebagai  leluhur perintis desa“ ujarnya seraya menambahkan, tradisi sadaranan diawali dengan  pembacaan Tahlilan di komplek makam.
Menurutnya, peserta sadranan tidak hanya diikuti warga Desa Jetis saja namun juga diikuti sejumlah warga luar desa yang mempunyai leluhur di Jetis. Mereka  sambil membawa nasi bucu tenong, ingkung ayam dan aneka jajanan  berdatangan di komplek makam desa yang dijadikan tempat ritual Sadranan.   Seluruh peserta dengan penuh khidmat  duduk berjajar mengikuti seluruh prosesi ritual yang ditandai  berdoa bersama, dipimpin ulama  desa. Seusai doa untuk memohon keselamatan dan limpahan rejeki dari yang maha kuasa,  makanan yang mereka bawa kemudian dinikmati sebagai ungkapan syukur. Sementara itu sembari  menikmati makanan,  beberapa petugas  mengambil potongan nasi bucu berikut sebagian lauk pauk dan jajanan untuk dikumpulkan . Hasil makanan yang dikumpulkan, setelah dikemas dalam  ratusan kantong plastik, kemudian dibagikan kepada seluruh peserta dan tamu undangan sebagai nasi berkat  untuk dibawa pulang.
 “Dengan pembagian  nasi berkat ini,  sebagai tanda  bahwa seluruh prosesi ritual sadranan  telah selesai. Warga dengan penuh rasa  bahagia meninggalkan komplek makam  pulang  ke rumah masing-masing guna beraktifitas  kembali sebagaimana biasanya“ tandasnya.
Kepala Desa Jetis , Sudibyo, SE mengatakan, tradisi sadranan  akan terus dilestarikan  di masa-masa mendatang sebagai warisan budaya dari nenek moyang. Diutarakan, melalui penyelenggaraan ritual sadranan  selain dimanfaatkan untuk   doa bersama  dan ungkapan syukur, juga sekaligus sebagai wahana mempererat tali persaudaraan sesama warga.
3 Tari Kreasi Baru Pareanom
Sanggar seni Pareanom Temanggung menciptakan tiga tari kreasi baru, yang mulai dikenalkan kepada para guru di sejumlah sekolahan dan grup-grup kesenian. Tari-tarian yang bernuansa Jawa dan kerakyatan tersebut yakni, TARI SEBLAK SODHER, TURONGGO SARI dan ONDE-ONDE GANDUM. Tari-tari tersebut merupakan karya para pengajar sanggar seni PareanoM Balai Kelurahan Banyuurip, Temanggung.
*      TARI SEBLAK SODHER
 Merupakan karyanya bersama  Nunik, dengan penata iringan Didik Nuryanto itu, diinspirasi tari tradisional lengger. Tari tersebut menggambarkan ungkapan kegembiraan para petani di lereng Gunung Sumbing, setelah panen tembakaunya berhasil.

*      TARI TURONGGO SARI
Mengisahkan konflik batin remaja di masa puber. Di mana, mereka berkeinginan pacaran tetapi tidak diperbolehkan orang tuanya, sehingga hasratnya itu diekspresikan dalam bentuk gerakan prajurit berperang dengan menunggang kuda. Tari yang diinspirasi dari gerakan-gerakan dalam tarian kuda lumping tersebut merupakan buah karya Tri Roso dan Paramitha. Sedangkan, penata iringannya adalah Didik Nuryanto.
*      TARI ONDE-ONDE GANDUM
Merupakan analisa dari suasana tidak karuan atau tidak pasti, seperti halnya yang disimbolkan makanan onde-onde gandum. Hal-hal yang tidak pas tapi terjadi itu diekspresikan secara artistik, sehingga menghasilkan bentuk tarian tersebut. "Tari onde-onde gandum ini idenya dari tari rakyat badui, yang merupakan tari religius Islam. Gerakan-gerakannya pun dinamis dan energik, sebagai bentuk syiar agama Islam,''tutur dia, seraya menambahkan, pencipta dan penata iringan tari ini adalah Didik Nuryanto.

Seni Tradisional Sumbingan

Kabupaten Temanggung tahun ini kembali menggelar pentas di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta, Minggu (10/7). Dalam pagelaran berdurasi  sekitar 45 menit, duta seni Kabupaten Temanggung menyajikan seni tradisional ”Sumbingan” yang merupakan kolaborasi seni kuda lumping, soreng dan topeng ireng. Pagelaran yang berlangsung di Anjungan Jawa Tengah itu berhasil menarik perhatian ratusan pengunjung baik warga Temanggung yang berdomisili di Jakarta maupun wisatawan domestik dan asing  yang tengah berkunjung ke tempat wisata itu. Hadir dalam kesempatan itu Sekda Drs. Bambang Arochman, MM, Kepala Disbudparpora Drs. Subekti Prijono, ketua Pikatan Anif Punto, sesepuh kadang Temanggungan Soegiri, serta beberapa pejabat pemerintah Kabupaten Temanggung.
 Diawali dengan penyajian ”Rampak Gendang”, yang langsung menyita perhatian wisatawan, para pelaku ”Sumbingan” yang merupakan juara Festival Kesenian Tradisional Kabupaten Temanggung yang digelar pada akhir Mei 2010 lalu, benar-benar mampu menyajikan seni tradisional yang atraktif dan menarik. Pengunjung benar-benar dibuat terpesona dengan tarian kaya inovasi yang mengisahkan tentang kepahlawanan Pangeran Diponegoro. ”Kuda Lumping bikin kangen Temanggung, kolaborasi dengan Soreng dan Topeng Ireng membuat sajian ini  menarik dan sangat mengagumkan, rasanya ingin menyaksikan lebih lama lagi” Ujar Wahyudi warga asli Wonoboyo yang kini menjadi pengusaha las di Jakarta. Kepala Disbudparpora dalam laporannya mengatakan pengiriman duta seni ke TMII adalah dalam rangka melaksanakan tugas dari Gubernur Jawa Tengah dan merupakan kegiatan tahunan. Perwakilan yang diambil tahun ini merupakan juara I Festival Kesenian Tradisional yang digelar Disbudparpora bekerja sama dengan Sanggar Seni Pareanom akhir Mei lalu. Kesenian Sumbingan akan menjadi pembuka dalam pegelaran akbar seni tradisional Bulan Oktober mendatang di Temanggung. Sementara itu Sekda Drs. Bambang Arochman, MM dalam sambutannya, mengabarkan kondisi terakhir Temanggung kepada warganya yang kini tinggal di Jakarta. 

Festival Budaya Temanggung

 Kabag Humas menyebutkan sudah tercatat 31 jenis kesenian antara lain sorengan, kubro, prajuritan, kuda lumping, rebana, barsomah dan lain-lain. Juga akan ditampilkan kesenian cengklungan khas Temanggung yang saat ini sudah hampir punah. cengklungan, masih kata Anteng, adalah irama musik yang muncul karena petikan tali pada caping besar yang biasa digunakan oleh para pengembala itik. ”Cengklungan itu sudah punah, tetapi teman-teman di Dinas Kebudayaan berhasil menemukannya dan besok tanggal 15 dapat anda saksikan” katanya.
Selain kesenian tradisional, juga akan ditampilkan kesenian murni yakni aktivitas pelukis Temanggung, sekaligus akan memamerkan karya-karyanya yang sudah jadi. Demikian juga atraksi para ahli dalam membuat kerajinan ukir tembaga. Menyinggung latar belakang gagasan festival ini, Anteng Unjiani menyatakan bahwa bahwa di Temanggung ini terdapat sedikitnya 1.400 kelompok kesenian yang sebagian besar sudah memiliki organisasi. Mereka adalah kelompok masyarakat di pelosok desa yang sangat penting untuk ditampilkan di hadapan masyarakat umum. ”Selama ini mereka hanya main di lingkungan yang terbatas, kali ini mereka akan ditampilkan di jalan umum dan ditonton masyarakat umum. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda & Olah Raga, panitia sudah menginformasikan rencana Festival ini kepada para pengelola biro travel khususnya yang berada di Jogjakarta, dan beberapa biro sudah mengkonfirmasikan akan datang dengan membawa tamu-tamunya. Untuk lebih meramaikan Festival, juga akan diadakan lomba foto yang terbuka untuk umum. Materi lomba adalah kelompok festival.

Kesenian Parakan, Temanggung

Sejarah

Berdasarkan catatan sejarah Nugroho Notosusanto, daerah Parakan ini adalah merupakan sima atau semacam tanah hibah pada masa Mataram Kuno. Beberapa peninggalan berupa prasasti dan candi bisa ditemui di sekitar wilayah Parakan, di antaranya Candi Gondosuli yang berada di sebelah tenggara Parakan.
Pada zaman penjajahan dulu daerah ini terkenal dengan senjata bambu runcing. Salah satu tokoh penggerak para pejuang pada masa perang kemerdekaan adalah K.H. Subchi (nama aslinya Subuki) yang dijuluki "Jenderal Bambu Runcing" (sekarang namanya diabadikan menjadi nama sebuah jalan di kampung Kauman Parakan), sedangkan tokoh-tokoh yang lain diantaranya K.H. Nawawi (dengan nama kecil: Islam), K.H.R. Sumo Gunardo, K.H. M Ali ((pengasuh pesantren tertua di Parakan), K.H. Abdurrahman, Sahid Baidzowi, Ahmad Suwardi, Istachori Syam'ani Al-Khafidz dan masih banyak lagi yang lain. Parakan juga merupakan tempat lahir tokoh perjuangan nasional Mohamad Roem, yang terkenal sebagai delegasi Indonesia dalam perundingan diplomasi Roem-Roijen.
Dikatakan Parakan karena bersemayam  kyai yang disebut parak atau perek. Kyai Parak pertama berasal dari Yaman dan yang kedua dari pelarian Mataram ketika Amangkurat II memerintah dan dalam struktur pemerintahan zaman Belanda tidak pernah tercantum kelurahan Parakan melankan Jetis, Klewogan dan sebagainya namun dalam susunan berikutnya menjadi daerah kawedanan masih banyak yang harus diungkap tentang parakan termasuk perhatian pemerintah hindia belanda dengan parakan karena banyak pelarian tentara diponegoro yang mengungsi di Parakan sehingga Belanda sengaja menjadikan Parakan sebagai pusat candu agar generasi mudanya rusak dan sulit untuk bergolak menentang Belanda.
Parakan pernah menjadi pusat pemerintahan Kabupaten menoreh dengan bupati terakhir KRT. Sumodilogo yang membuat heboh dan meninggal dibunuh oleh tentara Diponegoro dimakamkan di Kalam Jolopo Krasak sedang kepalanya di Selarong, Yogyakarta. Menurut catatan ada beberapa ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bermukim di Temanggung al. Kyai Shuhada.

Budaya dan Masyarakat

Mata pencaharian

Mayoritas masyarakat Parakan berprofesi sebagai petani, baik tanaman pangan (padi dan jagung) maupun komoditas lain yang sempat menjadi ciri khas, yakni tembakau. Profesi mayoritas kedua di Parakan adalah sebagai pedagang yang berpusat di beberapa pasar tradisional, dan ada juga yang berprofesi sebagai tukang bangunan, seniman, dll.

Keagamaan

Mayoritas penduduk Parakan beragama Islam, terbukti dengan banyaknya masjid,  surau dan pesantren di daerah ini. Namun demikian, terdapat juga wihara, kelenteng dan gereja yang membuktikan eksistensi pemeluk agama lain di kota tersebut. Toleransi antarumat beragama di Parakan relatif tinggi yang dibuktikan di antaranya dengan berbagai perayaan hari besar keagamaan yang turut dimeriahkan oleh penganut agama lainnya. Milsanya pada malam sebelum Hari Raya Idul Fitri, masyarakat mengadakan pawai obor keliling kota dan didukung dengan semarak oleh mereka yang beragama lain.
Pada saat hari raya Idul Fitri pun mereka yang berlainan agama saling bersilaturahmi tanpa membedakan suku dan agama. Ada juga "Parade Kesenian Tradisional Islam" yang biasanya diadakan tiap tanggal 1 Hijriah (Tahun Baru Islam) berpusat di depan Masjid Al Barakah Bambu Runcing, Kauman, Parakan, yang dimeriahkan dengan berbagai macam unjuk kebolehan dari beberapa jenis kesenian, baik yang tradisional maupun modern yang sudah diadakan tiap tahun sejak 1995. Sebaliknya, saat Hari Raya Imlek, masyarakat bersama-sama menikmati hiburan Liong atau Barongsai dan kadang-kadang Wayang Potehi atau boneka panggung khas negeri Cina di halaman kelenteng. Demikian pula saat hari Natal sering diadakan hiburan atau bazaar yang melibatkan masyarakat dari agama lain.
Tempat Bersejarah Terdekat
  • Kreteg Kali Galeh, Jembatan Sungai (Kali) Galeh lama masih digunakan sebagai penyeberangan pejalan kaki. Pada masa penjajahan Belanda, jembatan tsb pernah dibumihanguskan para Pejuang untuk menghalau penjajah masuk Kota.
  • Masjid Al Barakah Monumen Bambu Runcing, Kauman Parakan merupakan Markas perjuangan pada masa penjajahan Belanda. Sudah beberapa kali Masjid bersejarah ini dipugar.
  • Monumen Stasiun Sepur, Parakan Wetan. Pada masa perjuangan kemerdekaan, stasiun ini digunakan sebagai terminal pengangkutan para pejuang (terutama dari Jawa Timur) yang akan menyepuh (memberikan kekuatan spiritual) Bambu Runcing kepada para Kyai di Parakan.
  • Pasar Legi, Jetis Kauman.
  • Pasar Entho, Parakan Wetan.
  • Pemandian Traji.
  • Pondok Pesantren Kyai Parak, Kauman Parakan.

Acara/ Peristiwa Menarik

  • Padusan, acara mandi/ pembersihan badan bersama, dilakukan di sungai/ kolam, sehari sebelum Romadhon
  • Parade Kesenian Tradisional Islam, setiap 1 Muharram/ Sura dipusatkan di Masjid Al Barakah Monumen Bambu Runcing.
  • Pawai Oncor, Parade Obor disertai Takbir setiap malam lebaran (1 Syawal).
  • Sura, Mantenan Pak Lurah/ bu Lurah, setiap 1 Muharram/ Sura dipusatkan di Pemandian Traji
  • Nyadran, acara pembersihan di setiap Kuburan Islam, beberapa hari sebelum Romadhon, setelah selesai dilanjutkan dengan makan bersama, biasanya makan Sego Gono. Di beberapa desa di lereng Gunung Sumbing, Nyadran tsb dilakukan dengan memberi makan nasi lengkap beserta lauk pauk kepada saudara/ famili/ orang yang dihormati.

Kesenian tradisional

  • Kubro (Kubrosiswo): Tarian dengan memakai seragam & topeng, diikuti dengan alat musik pukul. dimainkan juga oleh anak anak.
  • Jaran Kepang (Kuda Lumping): Tarian dengan menggunakan tunggangan kuda yang terbuat dari bambu dan dihias meriah.
  • Ndibak: Lantunan puji-pujian Islami dalam bahasa Arab, yang dinyanyikan bersama-sama yaitu dengan membacakan sebagian kitab Barjanji.
  • Kadaro: lantunan puji-pujian terhadap rosul diiringi tiga buah terbang besar yang ampai sekarang masih eksis tiap malam jumah pahing berlatih di musholla wakfiyah (bani israel) karang tenagah parakan kauman.
  • Zanzanen/ Barjanjen (selawatan jowo)lantunan pijian kepada nabi saw dengan musik perkusi tradisioal kelompok ini ada di kampung jogomertan dll .
  • Salabat di desa campursalam parakan.
  • Burdahan.
  Wisata Alam Jumprit
Kawasan ini berada di ketinggian 2.100 meter dari permukaan laut (dpl) dan berada di lereng Gunung Sindoro tempatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo. Jaraknya hanya sekitar 26 km dari barat laut kota Temanggung.
Jumprit,  merupakan daya tarik wisata spiritual di lereng gunung Sindoro dengan panorama alam pegunungan dan bumi perkemahan berhawa sejuk. Tempat ini erat hubungannya dengan legenda Kyai Nujum Majapahit yang tertulis dalam serat Chentini. Didekat mata air jumprit terdapat makam Ki Jumprit.
JUMPRIT (PENGAMBILAN AIR SUCI WAISAK) peziarah melakukan semedi yang biasanya dilanjutkan dengan mandi kungkum, membuang celana dalam, BH sebagai perlambang menghilangkan Sial. Air jumprit juga digunakan sebagai Air Berkah untuk upacara Tri Suci Waisak setiap tahunya. Jalan menuju lokasi sudah diaspal sehingga perjalanan cukup menyenangkan sambil menikmati potensi Agrowisata. Disediakan wisma untuk menginap dan anda dapat menikmati udara dan dapat menikmati udara segar serta indahnya pemandangan matahari terbit.

MACAM - MACAM SENI TARI TRADISIONAL JAWA

Tari sering disebut juga ”beksa”, kata “beksa” berarti “ambeg” dan “esa”, kata tersebut mempunyai maksud dan pengertian bahwa orang yang akan menari haruslah benar-benar menuju satu tujuan, yaitu menyatu jiwanya dengan pengungkapan wujud gerak yang luluh.
Seni tari adalah ungkapan yang disalurkan / diekspresikan melalui gerak-gerak organ tubuh yang ritmis, indah mengandung kesusilaan dan selaras dengan gending sebagai iringannya. Seni tari yang merupakan bagian budaya bangsa sebenarnya sudah ada sejak jaman primitif, Hindu sampai masuknya agama Islam dan kemudian berkembang. Bahkan tari tidak dapat dilepaskan dengan kepentingan upacara adat sebagai sarana persembahan. Tari mengalami kejayaan yang berangkat dari kerajaan Kediri, Singosari, Majapahit khususnya pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk.
Surakarta merupakan pusat seni tari. Sumber utamanya terdapat di Keraton Surakarta dan di Pura Mangkunegaran. Dari kedua tempat inilah kemudian meluas ke daerah Surakarta seluruhnya dan akhirnya meluas lagi hingga meliputi daerah Jawa Tengah, terus sampai jauh di luar Jawa Tengah. Seni tari yang berpusat di Kraton Surakarta itu sudah ada sejak berdirinya Kraton Surakarta dan telah mempunyai ahli-ahli yang dapat dipertanggungjawabkan. Tokoh-tokoh tersebut umumnya masih keluarga Sri Susuhunan atau kerabat kraton yang berkedudukan. Seni tari yang berpusat di Kraton Surakarta itu kemudian terkenal dengan Tari Gaya Surakarta. Macam-macam tariannya: Srimpi, Bedaya, Gambyong, Wireng, Prawirayuda, Wayang-Purwa Mahabarata-Ramayana. Yang khusus di Mangkunegaran disebut Tari Langendriyan, yang mengambil ceritera Damarwulan.
Dalam perkembangannya timbullah tari kreasi baru yang mendapat tempat dalam dunia tari gaya Surakarta. Selain tari yang bertaraf kraton (Hofdans), yang termasuk seni tari bermutu tinggi, di daerah Jawa Tengah terdapat pula bermacam-macam tari daerah setempat. Tari semacam itu termasuk jenis kesenian tradisional, seperti :
v  Dadung Ngawuk,
v  Jaran  Kepang,
Kesenian khasTemanggung  ini diperagakan secara massal, sering dipentaskan untuk menyambut tamu -tamu resmi atau biasanya diadakan pada waktu upacara
v  Incling,
v  Dolalak,
di Purworejo. Pertunjukan ini dilakukan oleh beberapa orang penari yang berpakaian menyerupai pakaian prajurit Belanda atau Perancis tempo dulu dan diiringi dengan alat-alat bunyi-bunyian terdiri dari kentrung, rebana, kendang, kencer, dllnya. Menurut cerita, kesenian ini timbul pada masa berkobarnya perang Aceh di jaman Belanda yang kemudian meluas ke daerah lain.
v  Tayuban,
v  Jelantur,
v  Ebleg,
v  Ketek Ogleng,
Ketek Ogleng dari Wonogiri. Kesenian yang diangkat dari ceritera Panji, mengisahkan cinta kasih klasik pada jaman kerajaan Kediri. Ceritera ini kemudian diubah menurut selera rakyat setempat menjadi kesenian pertunjukan Ketek Ogleng yang mengisahkan percintaan antara Endang Roro Tompe dengan Ketek Ogleng. Penampilannya dititik beratkan pada suguhan tarian akrobatis gaya kera (Ketek Ogleng) yang dimainkan oleh seorang dengan berpakaian kera seperti wayang orang. Tarian akrobatis ini di antara lain dipertunjukan di atas seutas tali.
v  Barongan,Blora
Daerah ini terkenal dengan atraksi kesenian Kuda Kepang, Barongan dan Wayang Krucil(sejenis wayang kulit terbuat dari kayu).
v  Sintren,
v  Lengger,
Kesenian khas Wonosobo ini dimainkan oleh dua orang laki-laki yang masing-masing berperan sebagai seorang pria dan seorang wanita. Diiringi dengan bunyi-bunyian yang antara lain berupa Angklung bernada Jawa. Tarian ini mengisahkan ceritera Dewi Chandrakirana yang sedang mencari suaminya yang pergi tanpa pamit. Dalam pencariannya itu ia diganggu oleh raksasa yang digambarkan memakai topeng. Pada puncak tarian penari mencapai keadaan tidak sadar.

PENUTUP
Kesimpulan
*      Seni adalah sesuatu yang bersifat universal di belahan dunia ini, entah di negara manapun selalu memiliki ciri khas tersendiri apabila ditinjau dari segi budaya. Sedangkan dari segi arkeologis terdapat data etnografi berupa kesenian di sebuah kalangan masyarakat tertentu, yang dijadikan sebagai salah satu bahan analogi dalam usaha merekonstruksi kebudayaan seni masyarakat tersebut pada masa lampau berkaitan dengan konsep kesenian.
*      Ciri khas suatu daerah dibedakan berdasarkan kebudayaan yang dimiliki setiap daerah, misalnya: cara berpakaian, cara bercakap, ciri khas tarian, ciri khas pakaian adat dalam acara penting, cara pengungkapan rasa syukur(tasyakuran/selamatan), peringatan hari-hari besar jawa yang masih melekat sebagai kebudayaan khas Temanggung, dll.
*      Temanggung merupakan salah 1 kabupaten berkebudayaan Jawa terbanyak yang masih melekat erat, seperti upacara peringatan tanggal 1 suro di Traji, jaran kepang khas Temanggungan, dayakan khas Kandangan, kobra siswo khas Temanggungan, Peringatan hari besar ISLAM, pengantin khas Temanggungan, dll.





3 komentar: